Kamis, 05 Desember 2013

ESAI GRES MAJAZA'AH


URGENSI PENERAPAN EKONOMI SYARIAH SECARA TOTAL

Krisis ekonomi gobal nampaknya masih menjadi sebuah permasalahan krusial bagi banyak negara di dunia. Permasalahan ini tidak hanya dihadapi oleh negara-negara berkembang, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi pula di negara-negara maju. Bahkan kondisi saat ini menunjukkan bahwa negara-negara maju cenderung mengalami kemerosotan perekonomian yang lebih tajam. Hal ini dikarenakan kondisi perekonomian suatu negara tidak terlepas dari perekenomian negara lainnya, terutama antar dua atau beberapa negara yang memiliki intensitas kerjasama yang tinggi dalam sektor perdagangan dan perekonomian lainnya.
Permasalahan ekonomi dan krisis global merupakan permasalahan yang tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Perlu penyelesaian sedini dan secermat mungkin mengingat hal ini menyangkut kepentingan banyak manusia di dunia. Upaya yang saat ini dilakukan adalah kembali pada sistem perekonomian yang lebih bisa diandalkan dalam setiap kondisi. Dalam hal ini, perekonomian syariah-lah yang mulai dilirik oleh banyak negara.
Di Indonesia dan sebagain besar negara yang telah menerapkan ekonomi syariah ini, masih membatasi pengaplikasiannya pada sektor keuangan saja. Hal ini tampak jelas jika dilihat dari mulai menjamurnya bank-bank berbasis syariah yang merupakan percabangan dari bank-bank konvensional. Sebagai contoh, bank BNI, Mandiri, dan BRI yang telah melahirkan BNI Syariah, Mandiri Syariah, dan BRI Syariah. Bahkan kini beberapa perusahaan asuransi pun mulai menerapkan sistem ekonomi syarah ini. Penerapan ekonomi syariah masih belum menjangkau sektor industri atau sektor riil lainnya. Padahal pada esensinya, keadaan perekonomian suatu negara diukur oleh korelasi antara sektor keuangan dan sektor usaha dan industri (sektor riil).
Komitmen yang paling penting agar sistem ekonomi syariah ini dapat diterapkan dalam setiap aktivitas perdagangan, jual beli, atau keuangan adalah dengan cara melakukan sosialisasi ke semua lapisan masyarakat. Saat ini di berbagai perguruan tinggi telah banyak diadakan lokakarya dan seminar yang berkaitan dengan keutamaan penerapan sistem ekonomi syariah. Namun yang benar-benar khusus ditujukan pada khalayak umum masih jarang dilakukan. Segmen dan sasaran yang dituju masih berkisar pada para akademisi, pengusaha, dan pebisnis, tetapui belum menjangkau semua lapisan masyarakat dari pengusaha (baik mikro, kecil, maupun menengah/ UMKM).
Salah satu urgensi sari penerapan sistem perekonomian syariah ini dikarenakan di antara sistem perekonomian lainnya, sistem perekonomian Islam dianggap lebih bisa bertahan terhadap berbagai guncangan krisis. Tidak heran jika sistem ekonomi syariah tersebut kini telah banyak diterapkan di negara-negara non-Muslim. Dorongan penerapan ini di negara-negara tersebut tentu bukan bertujuan untuk menerapkan hukum Islam atau dorongan agama, tetapi lebih dikarenakan profit belaka. Ketika melihat prospek baru yang telah terbukti mampu mendatangkan lebih banyak pfofit daripada sistem yang sebelumnya, maka sistem yang paling banyak mendatangkan profit itulah yang diambil. Negara-negara yang menganut ideologi kapitalis, materialistis, serta negara yang menyetujui diadakannya pasar bebas biasanya dorong oleh tujuan profit yang lebih besar ini.
Bagi umat Muslim, urgensi dari penerapan ekonomi syariah tidak hanya didorong oleh keinginan untuk menciptakan perekonomian yang stabil atau profit semata, melainkan juga keinginan untuk menerapkan hukum-hukum Allah dalam setiap aktivitas kehidupan yang tata cara bermuamalahnya ini telah dicontohkan oleh Rasul saw dalam sunnahnya.
Perbedaan esensial antara bank yang menerapkan ekonomi syariah dengan konvensional terletak pada sistem pengadaan bunga dan akad (perjanjian) kreditnya. Sistem ekonomi syariah tentu tidak menerapakan sistem bunga yang cenderung mendzalimi dan memberatkan nasabah yang benar-benar tengah membutuhkannya. Sebagai gantinya, bank akan menerima pembiayaan mudharabah atau bagi hasil (lost and profit sharing) yang disesuaikan dengan keadaan usaha nasabahnya. Hal ini bertolak belakang dengan bank konvensional yang menerapkan sistem bunga sesuai pinjaman yang telah diajukan, tanpa melihat kondisi usaha nasabah tersebut (untung atau ruginya).
Perjanjian antara nasabah dan bank syariah ditentukan oleh kedua belah pihak (suka sama suka). Jika nasabah tidak menyetujui akad, perjanjian pun bisa dibatalkan dan bisa dilanjutkan degnan konsultasi biasa seputar perbankan syariah. Namun hal ini jarang terjadi mengingat keuntungan yang bisa diperoleh nasabah dari melakukan kerjasama dengan bank syariah. Sebagian besar calon nasabah akan langsung menyetujui sistem ekonomi syariah yang memang tidak memberatkan nasabahnya ini. Keuntungan dan kerugian ditanggung bersama, namun frekuensi untung lebih dominan daripada kerugian.
Salah satu upaya pemerintah untuk membangkitkan perekonomian syariah di Indonesia yaitu dengan diluncurkannya GRES (Gerakan Ekonomi Syariah) yang diresmikan oleh Presiden SBY beberapa pekan lalu. Adanya GRES ini sudah seharusnya disambut baik oleh masyarakat Indonesia, serta dijadikan sebagai pendorong untuk lebih menumbuhkan lagi semangat untuk menerapkan perekonomian yang berlandskan pada sistem perekonomian Islam (syariah).
 Bertolak belakang dengan banyaknya manfaat dari penerapan sistem perekonomian syariah, maka sistem perekonomian konvensional (sistem kapitalistik) yang cenderung bertumpu pada mekanisme pasar dan seringkali bersifat spekulatif justru lebih banyak mendatangkan kerugian dan kemudharatan (melalui sistem riba’ yang diterapkan dalam sektor keuangan). Oleh karena itulah Islam dengan hukum-hukum yang telah pasti, melarang sistem ini. Pada bank-bank syariah, sebagian besar dana yang disimpan akan langsung digulirkan dalam bentuk pinjaman dengan bagi hasil rendah pada nasabah yang meminjam uang untuk usahnya. Bagi hasil ini disesuaikan dengan keadaan usaha nasabah (prosentase bagi hasil disesuaikan dengan keadaan usaha nasabah), sehingga hal ini memperkecil risiko kerugian atau kebangkrutan bank. Berseberangan dengan hal itu, bank konvensional justru membuat uang yang disimpan nasabah makin bertumpuk dan memungkinkan adanya penumpukkan uang di bank atau meminjamkannya pada nasabah dengan sistem riba’ yang jelas diharamkan Allah.
Melihat sistem ekonomi syariah beberapa tahun lalu dengan sekarang, nampaknya mulai ada pergeseran tujuan dalam penerapannya. Jika dulu masih belum ada asuransi yang hukumnya masih dinggap subhat oleh beberapa pemuka agama. Beberapa kalangan mengindikasikan adanya pergeseran tujuan bank syariah yang semula ingin memudahkan masyarakat ‘bawah’, kini justru berorientasi pada profit seperti halnya bank-bank konvensional yang diterapkan negara-negara kapitalis. Hal ini tentunya akan berujung pada pergeseran pemikiran masyarakat mengenai bank-bank syariah, bahwa bank-bank syariah pun pada hakikatnya tidak jauh berbeda dengan bank-bank konvensional lainnya.
Indonesia perlu mengembalikan esensi dari sistem perekonomian syariah, yakni sesuai dengan aturan yang terdapat dalam Islam, karena Islam dengan aturannya yang kompleks dalam setiap sendi kehidupan dan aktivitas manusia dari bangun tidur hingga tidur kembali, telah memberikan tatanan murni mengenai pemerataan harta ini sejak dulu, yaitu berupa zakat (baik zakat mal maupun zakat fithrah). Bukan mengutamakan profit, melainkan pengupayaan untuk menumbuhkan rasa saling menyayangi, berbagi, tolong-menolong serta peduli terhadap orang lain yang tengah membutuhkan.
Salah satu dari lima rukun Islam ini memiliki banyak manfaat, antara lain mengurangi kesenjangan sosial. Tidak hanya membersihkan harta yang telah mencapai nishabnya, zakat harta pun dapat menumbuhkan rasa kepedulian dan saling menyayangi. Sebagai sistem ekonomi yang lebih banyak mendatangkan kemashahatan bagi masyarakat yang menerapkannya, sistem ekonomi syariah ini dipercaya dan telah dapat dibuktikan mampu bertahan dalam menghadapi krisis global krn tiadanya suku bunga ini.
Kini sudah saatnya Indonesia mulai menerapkan perekonomian syariah secara keseluruhan agar benar-benar diridhai Allah. Penerapan ini sejatinya bukan hanya bertujuan untuk menggapai tujuan dunia semata (kesejahteraan di dunia), melainkan sebuah thariqah (jalan) hingga menggapai ridha Allah.


Lin Majaza'ah