URGENSI
PENERAPAN EKONOMI SYARIAH SECARA TOTAL
Krisis ekonomi gobal nampaknya
masih menjadi sebuah permasalahan krusial bagi banyak negara di dunia.
Permasalahan ini tidak hanya dihadapi oleh negara-negara berkembang, tetapi tidak
menutup kemungkinan terjadi pula di negara-negara maju. Bahkan kondisi saat ini
menunjukkan bahwa negara-negara maju cenderung mengalami kemerosotan
perekonomian yang lebih tajam. Hal ini dikarenakan kondisi perekonomian suatu
negara tidak terlepas dari perekenomian negara lainnya, terutama antar dua atau
beberapa negara yang memiliki intensitas kerjasama yang tinggi dalam sektor
perdagangan dan perekonomian lainnya.
Permasalahan ekonomi
dan krisis global merupakan permasalahan yang tidak bisa diselesaikan dalam
waktu singkat. Perlu penyelesaian sedini dan secermat mungkin mengingat hal ini
menyangkut kepentingan banyak manusia di dunia. Upaya yang saat ini dilakukan
adalah kembali pada sistem perekonomian yang lebih bisa diandalkan dalam setiap
kondisi. Dalam hal ini, perekonomian syariah-lah yang mulai dilirik oleh banyak
negara.
Di Indonesia dan
sebagain besar negara yang telah menerapkan ekonomi syariah ini, masih
membatasi pengaplikasiannya pada sektor keuangan saja. Hal ini tampak jelas
jika dilihat dari mulai menjamurnya bank-bank berbasis syariah yang merupakan
percabangan dari bank-bank konvensional. Sebagai contoh, bank BNI, Mandiri, dan
BRI yang telah melahirkan BNI Syariah, Mandiri Syariah, dan BRI Syariah. Bahkan
kini beberapa perusahaan asuransi pun mulai menerapkan sistem ekonomi syarah
ini. Penerapan ekonomi syariah masih belum menjangkau sektor industri atau
sektor riil lainnya. Padahal pada
esensinya, keadaan perekonomian suatu negara diukur oleh korelasi antara sektor
keuangan dan sektor usaha dan industri (sektor riil).
Komitmen yang paling
penting agar sistem ekonomi syariah ini dapat diterapkan dalam setiap aktivitas
perdagangan, jual beli, atau keuangan adalah dengan cara melakukan sosialisasi
ke semua lapisan masyarakat. Saat ini di berbagai perguruan tinggi telah banyak
diadakan lokakarya dan seminar yang berkaitan dengan keutamaan penerapan sistem
ekonomi syariah. Namun yang benar-benar khusus ditujukan pada khalayak umum
masih jarang dilakukan. Segmen dan sasaran yang dituju masih berkisar pada para
akademisi, pengusaha, dan pebisnis, tetapui belum menjangkau semua lapisan
masyarakat dari pengusaha (baik mikro, kecil, maupun menengah/ UMKM).
Salah satu urgensi sari
penerapan sistem perekonomian syariah ini dikarenakan di antara sistem
perekonomian lainnya, sistem perekonomian Islam dianggap lebih bisa bertahan
terhadap berbagai guncangan krisis. Tidak heran jika sistem ekonomi syariah tersebut
kini telah banyak diterapkan di negara-negara non-Muslim. Dorongan penerapan
ini di negara-negara tersebut tentu bukan bertujuan untuk menerapkan hukum
Islam atau dorongan agama, tetapi lebih dikarenakan profit belaka. Ketika
melihat prospek baru yang telah terbukti mampu mendatangkan lebih banyak pfofit
daripada sistem yang sebelumnya, maka sistem yang paling banyak mendatangkan profit
itulah yang diambil. Negara-negara yang menganut ideologi kapitalis,
materialistis, serta negara yang menyetujui diadakannya pasar bebas biasanya
dorong oleh tujuan profit yang lebih besar ini.
Bagi umat Muslim,
urgensi dari penerapan ekonomi syariah tidak hanya didorong oleh keinginan
untuk menciptakan perekonomian yang stabil atau profit semata, melainkan juga
keinginan untuk menerapkan hukum-hukum Allah dalam setiap aktivitas kehidupan
yang tata cara bermuamalahnya ini
telah dicontohkan oleh Rasul saw dalam sunnahnya.
Perbedaan esensial antara
bank yang menerapkan ekonomi syariah dengan konvensional terletak pada sistem
pengadaan bunga dan akad (perjanjian) kreditnya. Sistem ekonomi syariah tentu
tidak menerapakan sistem bunga yang cenderung mendzalimi dan memberatkan nasabah yang benar-benar tengah
membutuhkannya. Sebagai gantinya, bank akan menerima pembiayaan mudharabah atau bagi hasil (lost and profit sharing) yang
disesuaikan dengan keadaan usaha nasabahnya. Hal ini bertolak belakang dengan
bank konvensional yang menerapkan sistem bunga sesuai pinjaman yang telah
diajukan, tanpa melihat kondisi usaha nasabah tersebut (untung atau ruginya).
Perjanjian antara nasabah
dan bank syariah ditentukan oleh kedua belah pihak (suka sama suka). Jika
nasabah tidak menyetujui akad, perjanjian pun bisa dibatalkan dan bisa
dilanjutkan degnan konsultasi biasa seputar perbankan syariah. Namun hal ini
jarang terjadi mengingat keuntungan yang bisa diperoleh nasabah dari melakukan
kerjasama dengan bank syariah. Sebagian besar calon nasabah akan langsung
menyetujui sistem ekonomi syariah yang memang tidak memberatkan nasabahnya ini.
Keuntungan dan kerugian ditanggung bersama, namun frekuensi untung lebih
dominan daripada kerugian.
Salah satu upaya
pemerintah untuk membangkitkan perekonomian syariah di Indonesia yaitu dengan
diluncurkannya GRES (Gerakan Ekonomi Syariah) yang diresmikan oleh Presiden SBY
beberapa pekan lalu. Adanya GRES ini sudah seharusnya disambut baik oleh
masyarakat Indonesia, serta dijadikan sebagai pendorong untuk lebih menumbuhkan
lagi semangat untuk menerapkan perekonomian yang berlandskan pada sistem
perekonomian Islam (syariah).
Bertolak belakang dengan banyaknya manfaat
dari penerapan sistem perekonomian syariah, maka sistem perekonomian
konvensional (sistem kapitalistik) yang cenderung bertumpu pada mekanisme pasar
dan seringkali bersifat spekulatif justru lebih banyak mendatangkan kerugian
dan kemudharatan (melalui sistem riba’ yang diterapkan dalam sektor
keuangan). Oleh karena itulah Islam dengan hukum-hukum yang telah pasti, melarang
sistem ini. Pada bank-bank syariah, sebagian besar dana yang disimpan akan
langsung digulirkan dalam bentuk pinjaman dengan bagi hasil rendah pada nasabah
yang meminjam uang untuk usahnya. Bagi hasil ini disesuaikan dengan keadaan
usaha nasabah (prosentase bagi hasil disesuaikan dengan keadaan usaha nasabah),
sehingga hal ini memperkecil risiko kerugian atau kebangkrutan bank.
Berseberangan dengan hal itu, bank konvensional justru membuat uang yang
disimpan nasabah makin bertumpuk dan memungkinkan adanya penumpukkan uang di
bank atau meminjamkannya pada nasabah dengan sistem riba’ yang jelas diharamkan Allah.
Melihat sistem ekonomi
syariah beberapa tahun lalu dengan sekarang, nampaknya mulai ada pergeseran
tujuan dalam penerapannya. Jika dulu masih belum ada asuransi yang hukumnya
masih dinggap subhat oleh beberapa
pemuka agama. Beberapa kalangan mengindikasikan adanya pergeseran tujuan bank
syariah yang semula ingin memudahkan masyarakat ‘bawah’, kini justru berorientasi
pada profit seperti halnya bank-bank konvensional yang diterapkan negara-negara
kapitalis. Hal ini tentunya akan berujung pada pergeseran pemikiran masyarakat
mengenai bank-bank syariah, bahwa bank-bank syariah pun pada hakikatnya tidak
jauh berbeda dengan bank-bank konvensional lainnya.
Indonesia perlu
mengembalikan esensi dari sistem perekonomian syariah, yakni sesuai dengan
aturan yang terdapat dalam Islam, karena Islam dengan aturannya yang kompleks dalam
setiap sendi kehidupan dan aktivitas manusia dari bangun tidur hingga tidur
kembali, telah memberikan tatanan murni mengenai pemerataan harta ini sejak
dulu, yaitu berupa zakat (baik zakat mal
maupun zakat fithrah). Bukan
mengutamakan profit, melainkan pengupayaan untuk menumbuhkan rasa saling menyayangi,
berbagi, tolong-menolong serta peduli terhadap orang lain yang tengah
membutuhkan.
Salah satu dari lima
rukun Islam ini memiliki banyak manfaat, antara lain mengurangi kesenjangan
sosial. Tidak hanya membersihkan harta yang telah mencapai nishabnya, zakat harta pun dapat menumbuhkan rasa kepedulian dan
saling menyayangi. Sebagai sistem ekonomi yang lebih banyak mendatangkan
kemashahatan bagi masyarakat yang menerapkannya, sistem ekonomi syariah ini
dipercaya dan telah dapat dibuktikan mampu bertahan dalam menghadapi krisis
global krn tiadanya suku bunga ini.
Kini sudah saatnya
Indonesia mulai menerapkan perekonomian syariah secara keseluruhan agar benar-benar
diridhai Allah. Penerapan ini
sejatinya bukan hanya bertujuan untuk menggapai tujuan dunia semata
(kesejahteraan di dunia), melainkan sebuah thariqah
(jalan) hingga menggapai ridha
Allah.
Lin Majaza'ah